Kelas SD dan SMP/SMA mengandung banyak isu manajemen yang
mirip pada semua level pendidikan, manajer kelas yang baik mendesain
lingkungan yang positif untuk pembelajaran, membangun dan menegakkan
aturan, mengajak murid bekerja sama, mengatasi problem secara efektif,
dan menggunakan strategi komunikasi yang baik.
Akan tetapi, prinsip manajeman kelas yang baik terkadang
diaplikasikan secara berbeda disekolah dasar dan menengah karena
perbedaan strukturnya. Di banyak SD, guru harus menghadapi 20 sampai 25
murid selama seharian. Di SMP dan SMA, guru menghadapi lima tau enam
kelompok terdiri dari 20 sampai 25 murid selama 50 menit satu hari.
Dibandingkan dengan sekolah menengah, murid SD menghabiskan lebih banyak
waktu dengan murid yang sama dikelas kecil, dan berinteraksi dengan
orang yang selama seharian sehingga bisa menimbulkan kebosanan dan
problem lain. Akan tetapi, dengan 100 sampai 150 murid, guru disekolah
menengah atas menghabiskan lebih sedikit waktu dengan murid di kelas,
akan lebih sulit bagi mereka untuk membangun hubungan personal dengan
murid. Dan guru sekolah menengah harus bergerak cepat dan mengelola
waktu dengan efektif karena periode kelasnya pendek.
Dibandingkan di SD, problem sekolah menengah dapat lebih lama
dan dalam karenanyalebih sulit untuk dimodifikasi. Juga, problem
disiplin di sekolah menengah biasanya lebih berat, murid lebih mungkin
membangkang pada aturan dan bahkan bertindak bebahaya. Karena kebanyakan
murid sekolah menengah punya keterampilan penalaran yang lebih maju
dibandingkan murid SD. Mereka munkin menginginkan penjelasan yang lebih
logis dan masuk akal tentangauran dan disiplin yang diberlakukan. Dan
juga disekolah menengah, sosialisasi perbedaan –perbedaan antara sekolah
dasar dan menengah ini saat kita membahas cara mengelola kelas secara
efektif. Seperti yang akan kita lihat nanti, baik di level sekolah dasar
maupun menengah, kelas bisa jadi dapat, kompleks, dan kacau.
- Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
Dalam menganalisa lingkungan kelas, Walter Doyle (1986)
mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan
potensi problemnya :
- Kelas adalah muitidimendional
- Aktivitas terjadi secara simultan
- Hal-hal terjadi ecara cepat
- Kejadian sering kali tidak dapat diprediksi
- Hanya ada sedikit privasi
- Kelas punya sejarah
- Mendesain Lingkungan Fisik Kelas
1. Prinsip Penataan Kelas
Kurangi
kepadatan di tempat lalu lalang.Pastikan bahwa anda dapat dengan mudah
melihat semua murid.Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah
di akses.Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi
kelas.
2. Gaya penataan
a. Penataan Kelas Standar
Gaya
auditorium, yaitu semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini
membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja.
Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang
memberi presentasi di kelas.Gaya tatap muka (face to face), yaitu murid
saling mengahadap. Gangguan dari murid-murid akan lebih besar pada
susunan ini ketimbang pada susunan auditorial.Gaya off-set, yaitu
sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku tetapi
tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gangguan dalam gaya ini
lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan efektif untuk kegiatan
pembelajaran kooperatif.Gaya seminar, yaitu sejumlah besar murid (10
atau lebih) duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau
bentuk U.Gaya klaster (cluster), yaitu sejumlah murid (biasanya 4 sampai
8 anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif
untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif.
b. Personalisasi Kelas
Menurut pakar kelas Carol Weinstein dan Andrew Mignano (1997),
kelas sering kali mirip dengan kamar hotel, nyaman tetapi impersonal,
tidak mengungkapkan apapun tentang orang yang menggunakan ruang itu.
Untuk mempersonalisasikan kelas, pasang foto murid, karya seni, tugas,
diagram tanggal lahir murid (untuk murid SD), dan ekspresi murid yang
positif.
Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran
- Strategi Umum
1. Menggunakan Gaya Otoritatif
Strategi
manajemen kelas otoritatif akan mendorong murid untuk menjadi pemikir
yang independen dan pelaku yang independen tetapi strategi ini masih
menggunakan sedikit monitoring murid. Guru yang otoritatif melibatkan
murid dalam kerja sama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian
kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan
regulasi, serta menentukan standar dengan masukan murid.
Gaya
otoritatif bertentangan dengan strategi otoritarian dan permisif yang
tidak efisien. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang
restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di
kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat
mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan
dengan mereka. Murid di kelas otoritarian ini cenderung pasif,
mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki
ketrampilan komunikasi yang buruk.
Gaya
manajemen kelas permisifmemberi banyak otonomi pada murid tapi tidak
memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau
pengelolaan perilaku mereka. Output yang dihasilkan yaitu murid memiliki
ketrampilan akademis yang tidak memadahi dan pengendalian diri yang
rendah.
2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif (Jacob Kounin, 1970)
a)
Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”. Kounin menggunakan
istilah “withitness” untuk mendeskripsikan strategi dimana murid
senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru seperti ini akan selalu
memonitor murid secara reguler.
b)
Atasi situasi tumpang tindih secara efektif. Contohnya ketika berjalan
keliling ruangan dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi
seluruh kelas.
c) Menjaga
kelancaran dan kontinuitas pelajaran. Manajer yang efektif akan menjaga
aliran pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid, dan menjaga
murid agar tidak mudah terganggu. Guru sebaiknya jangan meninggalkan
aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan yang tidak jelas.
d)
Libatkan murid dalam aktivitas yang menantang. Aktivitas menantang yang
dimaksud bukan aktivitas yang terlalu sulit. Murid sering bekerja
secara independen ketimbang diawasi oleh guru.
- Membuat, Mengajarkan, serta Mempertahankan Aturan dan Prosedur
1. Membedakan Aturan dan Prosedur
Peraturan
maupun prosedur adalah pernyataan ekspektasi tentang perilaku
(Evertson, Emma, & Worsham, 2003). Aturan fokus pada ekspektasi umum
atau khusus atau standar perilaku. Contoh aturan umum yaitu “Hargai
orang lain” sedangkan contoh aturan khusus yaitu “Dilarang mengunyah
permen karet di kelas”.
Prosedur
(routines) juga berisi ekspektasi tentang perilaku namun biasanya
diterapkan untuk aktivitas spesifik dan digunakan untuk mencapai tujuan,
bukan untuk melarang perilaku tertentu atau menciptakan standar umum.
Contoh prosedur : untuk meninggalkan ruangan (ijin pergi ke kamar
kecil), kembali ke ruangan (setelah jam makan siang), dan mengakhiri
hari (setelah membersihkan meja).
2. Mengajarkan Aturan dan Prosedur
Cara
terbaik untuk membuat murid belajar tentang peraturan dan prosedur
adalah dengan melibatkannya (diskusi) dalam menentukan peraturan dan
prosedur tersebut. Hal ini akan mendorong mereka untuk memikul tanggung
jawab lebih atas perilaku mereka sendiri (Emmer, Evertson, &
Worsham, 2003).
- Membuat Murid Bekerja Sama
1. Mengembangkan hubungan yang positif dengan murid
2. Membuat murid berbagi dan memikul tanggung jawab
3. Memberikan hadiah terhadap perilaku yang tepat
4. Memilih penguat yang efektif
5. Menggunakan Prompts (dorongan) dan Shaping (pembentukan) secara efektif
6. Gunakan hadiah untuk memberi informasi tentang penguasaan, bukan untuk mengontrol perilaku murid
Tidak ada komentar :
Posting Komentar