Kamis, 08 Desember 2016

Jurnal Contoh pada Microsoft Word

Efektivitas Social Skill Training (SST) dalam Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa SD Kelas Akselerasi
(Effectiveness of Social Skill Training (SST) to Increase Social Adjustment Ability among Elementary Students Acceleration Class)

Anita Basmaria                                           Chantika Denali                                        Ezzah Fitrah
Sumatera Utara                                     Sumatera Utara                                   Sumatera Utara

Anita Basmaria, Ezzah Fitrah.; Departemen Psikologi Contoh, Fakultas Contoh, Universitas Contoh, Medan, Indonesia
Chantika Denali; Departeman Psikologi Contoh, Fakultas Contoh, Universitas Contoh, Medan, Indonesia

Jumlah Kata: 4.823
Korespondensi mengenai penelitian ini dapat dilayangkan kepada Anita Basmaria, email : anita.basmaria@example.com









ABSTRAK
 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas social skill training (SST) untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi. Dengan metode eksperimen dan rancangan penelitian pretest post test control group design diketahui bahwa social skill training (SST) efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi. Hasil penelitian ini mengindikasikan pentingnya pihak sekolah memberikan social skill training (SST) secara berkala kepada siswa SD kelas Akselerasi agar siswa memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik sehingga siswa tidak hanya sukses secara akademis, namun juga mampu berinteraksi dan diterima oleh lingkungannya.


Kata Kunci: social skill training (SST), penyesuaian sosial, siswa akselerasi













ABSTRACT
This research aimed to determine the effectiveness of social skills training (SST) in order to increase social adjustment ability among elementary students acceleration class. The method used in this study was experimental method and design pretest posttest control group design. The result showed that social skills training (SST) was effectively to increase social adjustment ability of elementary students acceleration class. Implication of this study is to contribute to school management in enhancing student social adjustment ability through social skills training.


Keywords: social skill training (SST), social adjustment, acceleration students














Efektivitas Social Skill Training (SST) dalam Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Sosial Siswa SD Kelas Akselerasi

Pendahuluan
Program pendidikan merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan karena akan mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial siswa berbakat (Hoogeveen, Hell, & Verhoeven, 2011). Akselerasi [L1] yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan keberbakatan siswa pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar bagi siswa dengan intelektualitas yang tinggi (Hawadi, 2004; Kulik, 2004; Rinn, 2006), pada kenyataannya menghambat kemampuan penyesuaian sosial siswa (Hoogeveen dkk., 2005, 2009, 2011; Southern, Jones, & Fiscus, 1989, (Widyasari, 2008; Susilowati, 2013), apalagi bagi siswa SD (Kulik, 2004; Robinson, 2008; Yanti & Hurriyati, 2013). Adanya labelling dari lingkungan sekitar terhadap siswa akselerasi (Iswinarti, 2002), kurangnya pengetahuan guru dan orang tua tentang kebutuhan sosial- emosional anak (Moltzen, 2004; Needham, 2012; Robinson, 2004), dan program pendidikan yang hanya memfokuskan pada pengembangan intelektual anak, mengabaikan kebutuhan sosial dan kesiapan mental anak dalam penyesuaian sosial, membuat perkembangan sosial-emosional anak menjadi terhambat (Wandasari, 2011; Hoogeveen dkk, 2009, 2011; Kulik, 2004; Gunarsa, 2004; Agmarina, 2010). Padahal[L2] , kemampuan penyesuaian sosial sangat dibutuhkan oleh siswa akselerasi dalam menjalani hidupnya sehari-hari agar bisa diterima oleh lingkungan sosial. ([L3] Papalia, Olds, & Feldman, 2007; Hurlock, 1999). Dalam [L4] penyesuaian sosial, siswa akselerasi membutuhkan keterampilan-keterampilan sosial (Nurdin, 2009; Hurlock, 1999). Individu [L5] dengan keterampilan sosial yang tinggi akan memperoleh banyak manfaat dalam kehidupannya. Mereka [L6] akan lebih mudah menerima dukungan sosial dan menunjukkan level penyesuaian psikologis yang lebih baik, memiliki self-esteem yang lebih baik (Riggio & Carney, 2003), dan meningkatkan prestasi akademis (Riggio & Carney, 2003; Elliot, Malecki, & Demaray, 2001). M[L7] elalui penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa pemberikan social skill training (SST) efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas Akselerasi. 

Penyesuaian Sosial dan Siswa Akselerasi
Penyesuaian sosial merupakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar terhadap realita, situasi, dan hubungan sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan (Schneiders, 1964; Kartono, 1989).
Menurut Schneider (1964) aspek – aspek penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:
a.              Penyesuaian sosial terhadap keluarga
Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan keluarga memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1)      Adanya hubungan yang sehat antar anggota keluarga, tidak ada penolakan (rejection) orang tua terhadap anak – anaknya, tidak ada permusuhan, rasa benci atau iri hati antar anggota keluarga.
2)      Adanya penerimaan otoritas orang tua, hal ini penting untuk kestabilan rumah tangga dan anak wajib menerima disiplin orang tua secara logis.
3)      Kemampuan untuk mengemban tanggung jawab dan penerimaan terhadap pembatasan atau larangan yang ada di dalam peraturan keluarga.
4)      Adanya kemauan saling membantu antara anggota keluarga baik secara perorangan maupun kelompok.
5)      Kebebasan dari ikatan secara emosional secara bertahap dan menumbuhkan rasa mandiri.
b.             Penyesuaian sosial terhadap lingkungan sekolah
Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan sekolah memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1)      Adanya perhatian, penerimaan, minat dan partisipasi terhadap fungsi dan aktivitas sekolah.
2)      Adanya hubungan yang baik dengan komponen sekolah seperti guru, dan teman sebaya.
c.              Penyesuaian sosial terhadap lingkungan masyarakat
Penyesuaian sosial yang baik terhadap lingkungan masyarakat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1)      Mengenal dan menghormati orang lain di sosial
2)      Bergaul dengan orang lain dan mampu mengembangkan sifat bersahabat, keduanya diperlukan untuk penyesuaian sosial yang efektif.
3)      Penyesuaian sosial yang menarik dan dukungan untuk kesejahteraan orang lain.
4)      Bersikap hormat terhadap hukum, tradisi, dan adat istiadat. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku dilingkungan maka ia akan dapat diterima dengan baik dilingkungannya

Akselerasi adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalani kurikulum yang ada dengan lebih cepat dengan waktu belajar di sekolah lebih lama daripada siswa regular (Heward, 1996). Konsekuensinya [L8] kesempatan siswa akselerasi untuk bermain dan bergaul dengan anak seusianya dan lingkungan sekitarnya menjadi berkurang, bahkan tidak terpenuhi sama sekali. Siswa [L9] akan kehilangan kesempatan untuk melakukan aktivitas sosial penting yang tepat usianya. Hal [L10] ini menyebabkan mereka kehilangan kesempatan tersebut dan akan mengarahkannya dalam social maladjustment selaku orang dewasa kelak. Mereka akan mengalami hambatan dalam bergaul dengan teman sebayanya (Hawadi, 2004; Southern dan Jones 1991).
Penyesuaian sosial penting bagi siswa dalam menjalani tantangan hidup bermasyarakat bahkan pada dunia kerja kelak saat siswa akseleran dewasa. Kemampuan [L11] penyesuaian sosial seseorang dipengaruhi oleh proses perkembangan, dimana seseorang belajar pola-pola penyesuaian sosial melalui belajar dan pengalaman (Schneiders, 1964). Lingkungan [L12] masyarakat dan teman sebaya merupakan tempat individu bergerak, bergaul dan melakukan peran sosial yang akan menjadi sarana bagi individu untuk belajar menyesuiankan diri dan memahani harapan-harapan lingkungan. Selain [L13] itu, sekolah juga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola penyesuaian siswa. Sekolah [L14] adalah lingkungan sosial yang kedua yang banyak berdampak pada siswa. Namun [L15] bagi siswa akseleraran yang dituntut secara akademis maka sekolah hanyalah tempat belajar untuk mencapai nilai akademis saja dan kesempatan siswa kaseleran untuk berinteraksi juga sangat terbatas. Apalagi [L16] adanya pelabelan sebagai kelas khusus, yaitu kelas akselerasi membuat mereka hanya berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya.

Social Skill Training (SST) dan Akselerasi
Keterampilan sosial merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki seseorang untuk membantu menjalankan aktivitas di lingkungan sosial yang ditentukan dari proses belajar, tingkat intelektual untuk menghindari perilaku maladaptif, dan permasalahan sosial (Smiroldo & Bamburg, dalam Matson 2002). Siswa [L17] yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan mampu mengingat, mengirimkan, dan mengatur informasi-informasi verbal dan non verbal dalam melakukan interaksi sosial yang positif dan adaptif (Riggio, 1986).
Social Skill Training (SST) adalah salah satu intervensi dengan teknik modifikasi perilaku yang didasarkan pada prinsip-prinsip bermain peran, praktek, dan umpan balik guna meningkatkan keterampilan sosial bagi individu yang sulit berinteraksi, dan mengalami social phobia (Stuart, 2009; Vacarolis, 2010; Kneisl, 2004). S[L18] ST merupakan modalitas pendidikan yang telah digunakan secara luas di sekolah. SST [L19] termasuk pelatihan untuk keterampilan komunikasi secara asertif, psikososial atau pelatihan keterampilan antar pribadi, keterampilan berhubungan secara sosial, independen dan keterampilan hidup bermasyarakat, dan pemecahan masalah sosial (Cornish & Ross, 2004). Keterampilan [L20] sosial siswa akselerasi akan mempengaruhi kemampuan siswa akselerasi tersebut dalam melakukan penyesuaian sosial (Hurlock, 1999; Allen dan Hauser, dalam Doyle dan Moretti, 2000; Elksnin dan Elksnin, dalam Adiyanti, 1999).
Menurut Ramdhani (2002) pelaksanaan SST dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu:
a.              Modelling, yaitu penyajian model dalam melakukan suatu keterampilan yang dilakukan oleh terapis,
b.             Role play, yaitu tahap bermain peran dimana subjek mendapat kesempatan untuk memerankan kemampuan yang telah dilakukan oleh terapis sebelumnya,
c.              Performance feedback, yaitu tahap pemberian umpan balik. Umpan balik harus diberikan segera setelah subjek mencoba memerankan seberapa baik menjalankan latihan,
d.             Transfer training, yakni tahap pemindahan keterampilan yang diperoleh subjek ke dalam praktek sehari-hari.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan, pada penelitian ini akan dikembangkan modul SST pada siswa SD kelas akselerasi yang mengalami masalah dalam penyesuaian sosial dengan tahapan pelaksanaan SST mengacu pada pendapan Ramdhani (2002), yaitu melatih keterampilan sosial dengan tahapan modelling, role play, feed back, dan transfer training.

Penyesuaian Sosial dan Social Skill Training (SST)
Doyle dan Moretti (2000) menyatakan bahawa proses penyesuaian sosial pada anak dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu keterlibatan orangtua, kontrol perilaku yang dihubungkan dengan kompetensi sosial, sikap positif yang berkaitan dengan sekolah dan pekerjaan, self esteem dan prestasi akademik. Kompetensi [L21] sosial itu sendiri merupakan keahlian individu dalam bidang sosial. Menurut [L22] Elksnin dan Elksnin (1999) keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Artinya [L23] untuk dapat dikatakan memiliki kompetensi sosial, individu harus memiliki ketrampilan sosial. Hurlock [L24] (1999) menyatakan bahwa penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh ketrampilan sosial seperti:
  1. Kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain,
  2. Kemampuan menjalin hubungan baik terhadap teman maupun orang yang tidak dikenal,
  3. Kemampuan menjalin hubungan baik sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan.

Keunikan Penelitian
Penelitian tentang efektivitas sosial skill training [L25] (SST) untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas Akselerasi belum banyak diteliti di Indonesia. Adapun [L26] penelitian yang serupa, namun SST yang diberikan hanya sebatas menyuguhkan pengetahuan tentang keterampilan sosial secara umum tanpa adanya role play dan umpan balik yang terukur. Sedangkan [L27] pada penelitian ini peneliti merancang sebuah modul dengan target, role play [L28] dan umpan balik yang terukur. Dimana [L29] pada setiap sesinya memiliki target keterampilan yang akan diajarkan kepada setiap subjek. Masing[L30] -masing subjek juga harus mempraktekkan setiap keterampilan yang diajarkan. Selain [L31] itu pada penelitian ini peneliti juga melakukan follow up terhadap keberhasilan eksperimen dan implikasinya terhadap kehidupan subjek setelah penelitian.

Metode
Partisipan
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 12 siswa kelas akselerasi yang memiliki skor penyesuaian sosial yang rendah. Kemampuan [L32] penyesuaian sosial yang rendah diperoleh berdasarkan hasil pengukuran skala penyesuaian sosial. Selain [L33] itu pemilihan subjek juga didasarkan pada hasil observasi, wawancara dengan wali kelas siswa dan wawancara dengan siswa.
Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala. Skala yang [L34] akan digunakan dalam penelitian ini merupakan skala penyesuaian sosial yang disusun sendiri oleh peneliti. Semua [L35] aitem disusun dalam bentuk skala Likert empat titik (1 = sangat tidak setuju – 4 = sangat setuju untuk aitem favorable dan sebaliknya untuk aitem unfavorable. Penyusunan skala ini mengacu pada aspek-aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) terdiri dari tiga aspek yang mencakup: penyesuaian terhadap lingkungan rumah (16 aitem, e.g., Saya sering bercerita kepada orang tua tentang masalah yang saya hadapi, Saya sering berbeda pendapat dengan saudara kandung), penyesuaian terhadap lingkungan sekolah (17 aitem, e.g., Saya mengikuti perintah guru meskipun guru tersebut tidak mengajar di kelas saya, Saya lebih banyak bermain bersama teman saat siswa lainnya melakukan gotong royong), dan penyesuaian terhadap lingkungan masyarakat (17 aitem, e.g., Saya cuek saja saat ada orang lain berbicara kepada saya tentang sesuatu, Saya senang menolong tetangga yang mengalami kesulitan). Sebelum skala [L36] digunakan, skala diujicobakan dan dianalisis secara statistik agar mendapatkan skala dengan aitem-aitem yang valid dan reliable. Hasil [L37] analisis menunjukan bahwa alat ukur yang disusun memiliki reliabitas 0,926 dan indeks daya beda aitem yang bergerak dari nilai 0,311 sampai 0,627 dengan jumlah aitem sebanyak 50. Untuk validitas, skala ini disusun berdasarkan profetional jugsments dari dua orang dosen pembimbing, uji coba bahasa yang digunakan, dan layout skala dibuat sedemikian rupa sehingga menarik untuk dibaca serta skala diprint dengan kertas yang berwarna.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.
1.      Tahap Persiapan
a.              Menyusun skala penyesuaian sosial
b.             Mengurus surat-surat untuk kepetingan perizinan penelitian
c.              Uji coba bahasa yang digunakan dalam skala penyesuaian sosial
d.             Uji coba skala penyesuaian sosial
e.              Menganalisis hasil uji coba skala penyesuaian sosial
f.              Menyusun norma kategorisasi skala penyesuaian sosial
g.             Menyusun modul social skill training (sst)
h.             Uji coba dan evaluasi modul sst
i.               Seleksi subjek penelitian
j.               Penyusunan rancangan eksperimen
2.        Tahap pelaksanaan penelitian
Pengambilan data penelitian dengan menggunakan skala penyesuaian sosial dilakukan pada tanggal 30 April 2015. Skala [L38] diisi oleh 23 siswa SD kelas akselerasi. Skala [L39] yang telah diisi kemudian dianalisis dan diperoleh skor penyesuaian sosial. Dari [L40] skor penyesuaian sosial peneliti memilih 12 siswa yang memiliki skor lebih rendah dari pada 11 orang siswa lainnya. Hasil pengisian skala penyesuaian sosial ini sekaligus merupakan pretest bagi 12 siswa yang telah dipilih menjadi subjek penelitian. Kemudian [L41] peneliti menjelaskan mengenai tujuan penelitian, bentuk kegiatan dan rencana jadwal pelatihan kepada 12 orang subjek serta memberikan surat persetujuan menjadi subjek penelitian (informend consent) yang diisi oleh subjek sendiri. Persetujuan [L42] ini tidak diberikan kepada orang tua subjek dengan pertimbangan dan saran dari kepala sekolah dan wali kelas bahwa selama dalam waktu proses belajar mengajar subjek adalah tanggung jawab pihak sekolah. Selain [L43] itu hal ini juga untuk memudahkan karena tidak semua orang tua bisa datang ke sekolah.
Guna mempermudah proses pelatihan dan untuk menjaga kondisi alamiah pada subjek, kegiatan pelatihan (pemberian perlakuan) dilakukan di sekolah dan di kelas subjek sehari-hari, yaitu kelas akselerasi. Hal [L44] ini dapat terwujud karena dukungan penuh dari kepala sekolah dan wali kelas subjek. Selain itu penggunaan kelas akselerasi tersebut juga dengan pertimbangan untuk mengontrol extranous variable karena hanya kelas akselerasi tersebut yang dilengkapi oleh proyektor, AC, pencahaan yang baik, dan cukup luas untuk melakukan aktivitas pelatihan.
Proses pelaksanaan pelatihan dilakukan selama 3 hari, yaitu tanggal 26 – 28 Mei 2015. Pada setiap harinya pelatihan mulai dari jam 09.00 hingga jam 15.00. Hal [L45] ini berbeda dengan rencana awal. Pada [L46] modul pelatihan dirancang dengan 5 kali pertemuan dengan total waktu 11 jam 30 menit, yaitu setiap pertemuan memerlukan waktu 2 hingga 2 jam 30 menit. Pemadatan materi pelatihan ini terjadi karena adanya ketidakcocokan waktu yang dimiliki oleh subjek dan ketersediaan waktu yang dimiliki oleh fasilitator utama dan pendamping. Selain itu, juga mengingat subjek yang akan mengikuti ujian akhir semester.
3.        Tahap analisis data
Setelah diperoleh data dari skala penyesuaian sosial, wawancara, observasi, lembar tugas, tugas rumah, dan follow up 1 minggu setelah pelatihan, maka dilakukan pengolahan data. Data [L47] yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data [L48] kuantitatif diperoleh dari hasil skala penyesuaian sosial pada saat pretest dan post test dari kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan [L49] data kualitatif diperoleh dari wawancara, observasi, lembar tugas, tugas rumah, dan follow up dari kelompok eksperimen.
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows 16.0 version. Teknik [L50] analisis data yang digunakan adalah analisis statistik non parametrik Mann-Whitney.
Proses penerimaan hipotesis penelitian (H1) dan menolak hipotesis nihil (H0) ditentukan dari perbandingan hasil uji Mann-Whitney dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Oleh [L51] karena itu, jika nilai signifikansi (p) dari hasil uji Mann-Whitney  lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka H1 diterima dan H0 ditolak. Artinya Social Skill Training efektif dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi.

Hasil
Hasil uji komparatif (Mann Whitney) terhadap data penelitian penyesuaian sosial pada saat pretest menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (p  > 0,05). Artinya [L52] tidak terdapat perbedaan tingkat kemampuan penyesuaian sosial antara kelompok eksperimen dan kontrol sebelum SST diberikan. Sebaliknya[L53] , terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada data post test. Hal [L54] ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat penyesuaian sosial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah diberikan SST. Rangkuman [L55] hasil uji komperatif (Mann-Whitney) [L56] dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Hasil Uji Mann-Whitney antara Pretest dan Post Test
Data
U
P
Z
R
Pretest
11
0,144
-1,123
-0,458
Post Test
5
0,017
-2,085
-0,851

Berdasarkan hasil analisis data kelompok, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak. Dengan kata lain hipotesis penelitian (H1) diterima. Artinya[L57] , Social Skill Training (SST) efektif dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi.

Diskusi
Berdasarkan hasil analisis data kelompok diketahui bahwa pemberian perlakuan Social Skill Training (SST) kepada subjek kelompok eksperimen efektif dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial subjek. Hal ini [L58] terlihat setelah subjek mendapatkan pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sosial subjek semakin meningkat. Keterampilan [L59] ini terlihat dari skor penyesuaian sosial subjek yang yang semakin tinggi. Hal ini [L60] sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) bahwa keterampilan sosial seseorang dapat mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosialnya. Seseorang [L61] yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi akan memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang tinggi pula. Apabila [L62] seseorang memiliki keterampilan sosial seperti, kemampuan untuk menjalin hubungan secara diplomatis dengan orang lain, kemampuan menjalin hubungan baik terhadap teman maupun orang yang tidak dikenal, kemampuan menjalin hubungan baik sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan, maka seseorang tersebut akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan baik pula.
Berikut beberapa alasan yang dapat menjelaskan social skill training (SST) dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian siswa SD kelas akselerasi. Pertama[L63] , keberhasilan pelatihan keterampilan sosial ini dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial subjek sesuai dengan tujuan dirancangnya pelatihan keterampilan sosial yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. MqQuaid (2000) menyatakan bahwa SST dirancang untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan sosial bagi seseorang yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi meliputi keterampilan memberikan pujian, mengeluh karena tidak setuju, menolak permintaan orang lain, tukar menukar pengalaman, menuntut hak pribadi, memberi saran pada orang lain, memecahkan masalah yang dihadapi, dan bekerja sama dengan orang lain. Eikens (2000) juga menyatakan hal yang hampir sama, yaitu SST dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengekspresikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan, Mampu menolak dan menyampaikan adanya suatu masalah, mampu memberikan respon yang tepat saat berinteraksi sosial, mampu memulai interaksi, dan mampu mempertahankan interkasi yang telah terbina
 Kedua, apabila dilihat dari sisi pelaksanaannya, SST akan efektif apabila dilakukan dengan tahapan yang benar. Oleh [L64] karena itu efektivitas SST dalam penelitian ini tidak terlepas dari tahapan pelaksanaannya. Pada [L65] penelitian ini pelaksanaan SST dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu pertama subjek diperlihatkan pada contoh atau model dari suatu keterampilan yang akan diajarkan, kemudian subjek diminta untuk mempraktekkan keterampilan tersebut. Setelah [L66] subjek mempraktekkan subjek kemudian diberi feedback dan mempraktekkan berulang kali hingga benar. Pada [L67] bagian terakhir subjek diminta untuk mempraktekkan keterampilan yang sudah diajarkan pada kehidupan sehari-hari. Hal [L68] ini sesuai dengan tahapan yang dikemukakan oleh Ramdhani (1995), yaitu pelaksanaan SST efektif apabila dilakukan melalui 4 tahapan: pertama, modelling, yaitu penyajian model dalam melakukan suatu keterampilan yang dilakukan oleh terapis. Kedua [L69] role play, yaitu tahap bermain peran dimana subjek mendapat kesempatan untuk memerankan kemampuan yang telah dilakukan oleh terapis sebelumnya. Ketiga[L70] , performance feedback, yaitu tahap pemberian umpan balik. Dan [L71] yang keempat, transfer training, [L72] yakni tahap pemindahan keterampilan yang diperoleh subjek ke dalam praktek sehari-hari.
Ketiga, efektivitas SST dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi tidak terlepas dari kemampuan inteligensi subjek. Subjek [L73] yang merupakan siswa SD kelas akselerasi memiliki tingkat inteligensi yang berkisar antara diatas rata-rata hingga superior. Hal [L74] ini didukung oleh pendapat Cotugno (2009) yang menyatakan bahwa efektivitas SST tergantung pada tingkat intelektual anak yang diberikan. Hal [L75] ini terkait dengan kemampuan anak untuk menggunakan regulasi emosi, keterampilan dasar yang sudah ada, dan kemampuan rekognitif terhadap objek lebih baik, sehingga program yang diberikan mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai efektivitas social skill training (SST) dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi, peneliti menyarankan:
a.    Kemampuan penyesuaian sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, khususnya orang tua. Oleh [L76] karena itu peneliti selanjutnya sebaiknya memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang pentingnya keterampilan sosial bagi anak dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial anak agar anak mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan norma yang berlaku.
b.    Penelitian ini hanya menggunakan subjek dengan jumlah kecil dan hanya dari satu sekolah sehingga generalisasi hasil penelitian pada populasi harus dilakukan secara berhati-hati. Oleh [L77] karena itu untuk hasil yang lebih akurat dan generalisasi yang lebih luas dalam melihat efektivitas Social Skill Training (SST) dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial siswa SD kelas akselerasi, peneliti selanjutnya dapat menggunakan subjek dengan jumlah yang lebih banyak dan dari beberapa sekolah yang memiliki kelas akselerasi.
c.    Rancangan penelitian ini hanya menggunakan sekali pengukuran setelah perlakuan diberikan, sehingga kemampuan subjek dalam mempertahankan perlakuan atau mengembangkan perlakuan yang telah diberikan dalam jangka waktu tertentu tidak dapat diketahui. Oleh [L78] karena itu sebaiknya peneliti lanjutan dapat melakukan pengukuran berulang setelah perlakuan diberikan untuk melihat efektivitas perlakuan dan generalisasi perlakuan dalam kehidupan sehari-hari.
d.   Proses pengumpulan data secara observasi dan wawancara pada penelitian ini sangat terbatas. Peneliti [L79] tidak mendapatkan data yang lengkap dari semua subjek, seperti peneliti tidak dapat mewawancarai semua orang tua subjek dan peneliti hanya melakukan observasi pada aktivitas subjek saat di sekolah. Oleh [L80] karena itu peneliti selanjutnya dapat mengumpulkan data observasi dan wawancara secara lengkap, seperti melakukan obsevasi saat anak di rumah dan di lingkungan masyarakat, melakukan wawancara kepada orang tua dan subjek secara lebih mendalam sehingga dinamika penyeusian sosial pada diri subjek dapat terlihat dengan jelas.
e.    Waktu pelaksaan pemberian perlakuan yaitu social skill training (SST) yang seharusnya dalam rancangan modul materi diberikan dalam 5 kali pertemuan dengan setiap pertemuan berkisar antara 2 hingga 2 jam 30 menit dipadatkan menjadi 3 kali pertemuan dengan lamanya waktu setiap pertemuan sekitar 6 jam. Dengan [L81] kata lain materi dan keterampilan yang diajarkan kepada subjek setiap pertemuannya menjadi lebih banyak.  Hal ini membuat subjek kurang maksimal dalam menjalani pelatihan karena kelelahan. Hal ini juga membuat dua tugas yang harusnya dikerjakan subjek secara tertulis dan dipraktekkan, pada pelaksanaannya hanya dengan cara diskusi dan dipraktekkan. Selain [L82] itu, tugas rumah yang seharusnya dikerjakan subjek setiap harinya juga menjadi lebih banyak sehingga subjek kurang optimal dalam mengerjakannya. Apalagi dengan waktu subjek yang terbatas. Oleh [L83] karena itu, untuk peneliti selanjutnya agar lebih dapat merencanakan waktu pelaksanaan dengan baik dan mempersiapkan segala kebutuhan pelatihan jauh sebelum pelatihan akan diberikan agar hasil pelatihan lebih efektif.

Referensi


Anantasari, M.L. (1997). Hubungan antara persahabatan dengan penyesuaian sosial pada remaja (Skripsi tidak diterbitkan[L88] ). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Azwar, Saifuddin. (2009). Penyusunan skala psikologi [L92] (Cetakan keduabelas). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.[L93] 





Clark, B. (2002). Growing up gifted [L103] (6th ed.). [L104] Upper Saddle River, NJ: Merrill Prentice Hall.[L105] 



Cotugno, A.J. (2009). Group interventions with children with [L110] Autism Spectrum Disorders. London: Jessica Kingsley Publishers.[L111] 






Gross, M.U.M. (1994). Responding to the social and emotional needs of gifted children. [L123] Proceeding. Presented in The 5th National Conference for the Education of the Gifted and Talented, 28-30 April, Perth, Western Australia[L124] .

.[L125]  Gunarsa, S.D. (2004). Bunga rampai psikologi perkembangan “Dari Anak sampai usia [L126] Lanjut”. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia



Hapsari. 2010. Efektivitas pelatihan ketrampilan sosial pada remaja dengan kecemasan sosial [L131] (Tesis tidak diterbitkan). Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta[L132] .







Iswinarti. (2002). Penyesuaian sosial anak gifted[L145] . Anima Indonesian Psychological Journal, 18 (1), 71-79.[L146] 



Kesner, J.E. (2005). Gifted children's relationship with teachers[L150] . International Education Journal, 6 (2), 218-223.[L151] 

Kulik, J. (2004). Meta-analytic studies of acceleration. [L152] Lowa City, Iowa: The Connie Belin & Jacqueline N. Blank International Center for Gifted Education and Talent Development.[L153] 


Lovecky, D.V. (1995). Highly gifted children and peer relationship[L156] . Counselling and Guidance Newsletter, 5 (3), 6-7.



Moltzen, R. (2004). Maximising the potential of the gifted child in the regular classroom: A professional development issue. [L165] In Gifted Education International,  13, 36-46. Great Britain: A.B. Academic Publishers.[L166] 






Ramdhani, N. (1995). Pelatihan Keterampilan Sosial Pada Mahasiswa yang sulit bergaul [L184] (Tesis tidak diterbitkan). Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.[L185] 





Robinson, N. M. (2004). Effects of academic acceleration on the social-emotional status of gifted students.[L193]  In N. Colangelo, S. G. Assouline, & M.U.M. Gross (Eds.), A nation deceived: How schools hold back America’s brightest students, [L194] 2, 77–86. Iowa City, IA: Belin-Blank International Center on Gifted Education and Talent Development[L195] .


Semiawan, C. (1997). Perspektif pendidikan anak berbakat[L200] . Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.[L201] 






Widyasari, C. (2008). Program pengembangan kompetensi sosial untuk remaja siswa SMA kelas akselerasi[L219] . Diakses dari  http//www.file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.../Karya_Ilmiah_8.pdf

Comments system

Disqus Shortname

Diberdayakan oleh Blogger.